Teori Jeruk Nipis




Bayangkan ada sebuah jeruk nipis berwarna hijau agak ke kuning-kuningan.
Lalu jeruk tersebut kita potong jadi dua.
Kemudian pegang salah satunya dan peraslah…
Sampai air tetesannya mengucurr…

Apa yg Anda rasakan..? Asam bukan..?
Setiap tetesannya membuat Anda menelan ludah.

Kalau imajinasi Anda kuat sekarang Anda sedang
Menelan air liur, saking asamnya betul..?
Padahal jeruknya tidak ada…
Tapi rasa asamnya terasa hingga Anda harus menelan ludah.
Jika Anda merasakan kejadian serupa itulah yg disebut TEORI JERUK NIPIS.

Bahwa tubuh manusia dirancang untuk merespon apa yg dibayangkan.
Apa yg dipikirkan itulah yg jadi kenyataan.
Sehingga jika kita sedang menghadapi masalah
Lalu kita berpikir yg aneh-aneh

Maka yg terjadi biasanya tubuh akan drop, dan Anda down …
Kemungkinan jatuh sakit bahkan depresi…bisa terjadi pula.
Padahal semua kekhawatiran itu belum tentu terjadi.
Kita sebenarnya sedang “meneteskan jeruk nipis” kedalam kehidupan kita.
Semakin banyak tetesannya semakin berat masalahnya.

Kuncinya ada dalam pikiran.
Jika air liur saja bisa dipancing hanya dengan memikirkan sebuah jeruk.

Maka sebetulnya masalahpun bisa diatasi dengan permainan pikiran.

Dalam sisi ekstrimnya, maaf….coba Anda perhatikan orang yang “kelainan jiwa” …
Secara fisik mereka sehat.
Namun mereka hidup di dunia yg berbeda – dua dunia.
Mereka menciptakan dunianya sendiri.
Jeruk nipis yg mereka teteskan terlalu banyak.
Sehingga muncul lawan bicara yang bagi dia orang tersebut – lawan bicaranya tersebut ¬ - ada dan nyata.
Yang dengannya dia berbicara seperti kita berbicara dengan seseorang yang ada dihadapan kita

Pikiran dapat menyebabkan kita down, merasa merana, gundah gulana, depresi. Padahal, belum tentu semua yang kita pikirkan itu terjadi. Setiap dari kita mirip seperti teori jeruk nipis.

Masalah tersebut terlihat pahit, menyakitkan, menyesakkan. Namun sebenarnya hal itu hanyalah ada dalam pikiran kita. Mungkin masalah yang sedang dihadapi ini hanya bersumber dari pikiran saja.


Sebagai murid Tuhan, kita tidak boleh dengan sengaja meracuni hidup dengan pemikiran-pemikiran yang negatif terhadap masalah yang sedang kita hadapi. Dari teori jeruk nipis, kita belajar kalau keasaman bisa jadi berasal dari pikiran kita. Hanya sedikit sekali dalam kehidupan yang memang harus terjadi – berada diluar kendali kita.

Seperti sering dikutip, ucapan seorang yang tidak dikenal, Our lives are not determined by what happens to us but by how we react to what happens, not by what life brings to us, but by the attitude we bring to life. – “Hidup kita tidak ditentukan oleh apa yang terjadi pada kita, melainkan oleh bagaimana kita bereaksi terhadap apa yang terjadi; bukan oleh apa yang dibawa kehidupan kepada kita, tetapi oleh sikap yang kita bawa dalam kehidupan”.

Sikap positif menyebabkan reaksi berantai dari pemikiran positif, kejadian, dan hasil. Sikap positif adalah katalisator, percikan yang menciptakan hasil luar biasa – bukan hanya bagi diri sendiri tapi juga dapat menular bagi orang lain, dan ada kerinduan menularkannya pada orang lain. Itulah yang terjadi pada Paulus.

Paulus ketika ada di penjara tidak mau membiarkan pikirannya dikuasai oleh hal-hal negatif. Dia menolak untuk terjebak. Bahkan, dia mengundang orang-orang yang dia layani mengalami “damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal” “memelihara hati dan pikiran” mereka. Dia tidak mau hal-hal yang negatif yang menguasai hati mereka, karena, seperti dikatakannya, untuk hidup dan mengalami damai yang demikian itulah “kamu telah dipanggil”.

Sungguh panggilan yang luar biasa. Sungguh pemberian yang luar biasa. Dalam konteks itulah dimungkinkan berpikir positip yang beraroma surgawi, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu” (Fil 4:4).

 
Bahan: Teori Jeruk Nipis, jawaban.com; bahan lainnya

Comments

Popular Posts