Kisah Seorang Anak Pemarah dan Paku
Akhirnya hari itu datang ketika anak itu tidak lagi kehilangan-kesabarannya. Dia bercerita kepada ayahnya tentang hal itu dan ayahnya menyarankan agar sekarang ia mengeluarkan kembali satu paku setiap hari tanda ia mampu menahan amarahnya. Hampir setiap hari ia berhasil mencabut paku-paku tersebut, akan tetapi kadang-kadang ada juga hari ia harus menancapkan paku lagi, karena marah.
Hari-hari berlalu dan anak itu akhirnya bisa memberitahu ayahnya bahwa semua paku sudah habis terambil. Sang ayah mengajak dan menuntun tangan ke pagar, dan berkata, "Nak, lihatlah. Kamu telah melakukannya dengan baik. Tapi lihatlah lubang-lubang yang ada di pagar. Pagar tidak akan pernah sama dengan sebelumnya. Sudah ada lubang-lubang. Ketika kamu mengatakan sesuatu dengan kemarahan, maka ia meninggalkan bekas. Tidak jadi soal berapa kali kamu mengatakan saya minta maaf, luka masih tetap ada disana”.
Kata firman Tuhan: “Perhatikanlah ini baik-baik, Saudara-saudara yang tercinta! Setiap orang harus cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berbicara dan lambat untuk marah” (1). Hal ini mutlak penting bagi orang Kristen dan hamba Tuhan. Karena kemarahan yang tidak terkendali akan meninggalkan bekas, yang tidak dapat kita hapuskan. Hati terluka tidak pernah pergi begitu saja! Waktu tidak akan membawa kesembuhan lengkap kepada mereka. Setiap kali kita mengingat pengalaman tersebut, luka hati kita terasa kembali perih. Sementara kita berupaya membendung ingatan kita dan mencoba melupakannya, namun ia masih ada disana.
Tetapi kita dapat minta pertolongan Tuhan untuk menyembuhkan kita, melalui penderitaan Yesus dan dengan kuasa Roh Kudus,karena “Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka ......”(2). Kita minta bantuan Roh Kudus, mengisi hati kita dengan kasih dan kuasa-Nya sehingga dapat melihat ingatan tersebut melalui kasih Allah dan dari perspektif kebenaran-Nya (3).
(1) Jak. 1: 10; (2) Maz. 147:3; (3) Ep. 3: 18-19
Comments
Post a Comment