Pada usia 18, mendirikan Sekolah Anak-anak bagi Pengungsi dan Mendapat Penghargaan dari Ratu Inggris
Heidy Quah baru berusia 18 tahun ketika dia menawarkan diri sebagai sukarelawan mengajar Bahasa Inggeris di Pusat Pendidikan Anak-Anak Chin, sebuah sekolah untuk kanak-kanak pengungsi, sementara dia menunggu surat panggilan masuk perguruan tinggi (college) di Malaysia.
Bagaimanapun, ketika Heidy mendapat informasi bahwa sekolah itu akan ditutup karena mereka tidak akan mendapat lagi dana dari Badan Pengungsi PBB (UNHCR), dia terasa terdorong untuk membantu mereka.
Bersama dengan kawan paling akrabnya, Andrea Prisha, Quah mulai menjual biskuit buatan sendiri untuk mengumpul dana. Dua sahabat itu menggunakan media sosial untuk membangkitkan kesadaran untuk tujuan sosial mereka dan menghimbau bantuan dana bagi tujuan itu.
Berkat kerja keras mereka, mereka telah berhasil mengumpulkan uang yang cukup untuk melanjutkan operasi sekolah itu selama enam bulan lagi.
Kemudian, pada 3 September 2012, mereka berdua telah mendirikan Pengungsian bagi Pengungsi, Refuge for The Refugees (RFTR), untuk memfasilitasi usaha mereka lebih lanjut.
Quah, kini 23 tahun, menjelaskan bahwa karena status kanak-kanak sebagai pengungsi mereka tidak dapat mengikuti sekolah yang resmi dan pendirian RFTR adalah untuk membantu menciptakan kesadaran, terutamanya tentang anak-anak pengungsi dan pendidikan mereka.
"Pendidikan adalah amat penting untuk setiap kanak-kanak. Kami telah melihat anak-anak yang tidak bisa membaca dan menulis, tetapi kini mereka dapat menulis esei.
"Ada anak-anak yang tidak tahu sepatah katapun dalam bahasa Inggeris, tetapi kini diantara mereka ada yang telah dapat mengajar di sekolah-sekolah pengungsi yang lain," katanya.
Kini, RFTR menyokong 35 sekolah, 10 daripadanya yang telah didirikan di Klang Valley dan di Penang, sementara 25 sekolah lainnya terletak di Myanmar, dan melayani lebih daripada 2,000 anak-anak pengungsi.
Quah mengatakan anak-anak itu telah banyak mengajarnya mengenai kerendahan hati, rasa hormat dan bersyukur untuk perkara-perkara yang kecil.
Usaha-usahanya tentu saja tidak begitu saja dilupakan tanpa penghargaan. Pada 29 Juni 2017yang lalu, Quah menerima Anugerah Pemimpin Muda Ratu (the Queen’s Young Leaders Award) dari Ratu Elizabeth II di Istana Buckingham Inggris.
Dia merupakan penerima satu-satunya dari negara Malaysia untuk penghargaan yang prestijius ini, yang merupakan pengakuan dan selebrasi akan orang-orang muda yang mengambil inisiatif dan kepimpinan dalam komunitas mereka, serta menggunakan kemahiran mereka untuk mentransformasikan kehidupan." Penghargaan itu merupakan penghargaan untuk pemimpin-pemimpin muda berusia 18-29 tahun di negara-negara Persemakmuran (Commonwealth) yang ada dibawah Inggris.
(Sumber, New Straits Times, 15 Agustus 2017; Negaraku - Heidy Quah, Penerima Anugerah ‘Young Leaders Award’ daripada Permaisuri Elizabeth II, https://youtu.be/RAJMvN6BR20)
Comments
Post a Comment